Home

Rabu, 17 November 2010

tulisan 6

Tata Cara MENYEMBELIH HEWAN KURBAN


-Menajamkan Pisau Dan Memperlakukan Binatang Kurban Dengan Baik
-Menjauhkan Pisaunya Dari Pandangan Binatang Kurban
-Menghadapkan Binatang Kurban Kearah Kiblat ….
Berqurban Menurut Sunnah Nabi
Beberapa ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul Maulud hal. 65)
Hukum Berkurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah mu’akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan mulia ini memang disyariatkan. (Hasyiyah Asy Syarhul Mumti’ 7/519). Sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.
Berkurban Lebih Utama Daripada Sedekah
Beberapa ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul Maulud hal. 65)
Perihal Binatang Kurban
a. Harus Dari Binatang Ternak
Binatang ternak tersebut berupa unta, sapi, kambing ataupun domba. Hal ini sebagaimana firman Allah (artinya):
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.” (Al Hajj: 34)
Jika seseorang menyembelih binatang selain itu -walaupun harganya lebih mahal- maka tidak diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/ 477 dan Al Majmu’ 8/222)
b. Harus Mencapai Usia Musinnah dan Jadza’ah
Hal ini didasarkan sabda Nabi :
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
Janganlah kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi unta, sapi dan kambing untuk disembelih, pen). Namun apabila kalian mengalami kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia yang cukup, pen) dari domba.” (H.R. Muslim)
Oleh karena tidak ada ketentuan syar’i tentang batasan usia tersebut maka terjadilah perselisihan di kalangan para ulama. Akan tetapi pendapat yang paling banyak dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah: unta berusia 5 tahun, sapi berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat ini dipilih oleh Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Asy Syarhul Mumti’ 7/ 460.
c. Tidak Cacat
Klasifikasi cacat sebagaimana disebutkan Nabi dalam sabdanya:
أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِيْ اْلأَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوْرُهاَ وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ضِلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ -وَفِي لَفْظٍ- اَلْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لاَ تُنْقِيْ
Empat bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus yang tidak bersumsum.” (H.R. Abu Dawud dan selainnya dengan sanad shahih)
Lantas, diantara para ulama memberikan kesimpulan sebagai berikut:
o Kategori cacat (didalam As Sunnah) yang tidak boleh ada pada binatang kurban adalah empat bentuk tadi. Kemudian dikiaskan kepadanya, cacat yang semisal atau yang lebih parah dari empat bentuk tersebut.
o Kategori cacat yang hukumnya makruh seperti terbakar atau robek telinga dan patah tanduk yang lebih dari setengah.
o Adapun cacat yang tidak teriwayatkan tentang larangannya -walaupun mengurangi kesempurnaan- maka ini masih diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/476-477 dan selainnya)
Walaupun kategori yang ketiga ini diperbolehkan, namun sepantasnya bagi seorang muslim memperhatikan firman Allah (artinya):
“Kalian tidak akan meraih kebaikan sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai.” (Ali Imran : 92)
d. Jenis Binatang Apa Yang Paling Utama?
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis binatang yang paling utama untuk dijadikan kurban. Hal ini disebabkan tidak adanya dalil yang shahih dan jelas yang menentukan jenis binatang yang paling utama, wallahu a’lam. Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syanqithi rahimahullah tidak menguatkan salah satu pendapat para ulama yang beliau sebutkan dalam kitab Adwa’ul Bayan 5/435, karena nampaknya masing-masing mereka memiliki alasan yang cukup kuat.
Hanya saja seseorang yang mau berkurban hendaknya memberikan yang terbaik dari apa yang dia mampu dan tidak meremehkan perkara ini. Allah mengingatkan (artinya):
Wahai orang-orang yang beriman, berinfaklah dengan sebagian yang baik dari usaha kalian dan sebagian yang Kami tumbuhkan di bumi ini untuk kalian. Janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Al Baqarah: 267)
Jumlah Binatang Kurban
a. Satu Kambing Mewakili Kurban Sekeluarga
Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu’anhu menuturkan: “Dahulu ada seseorang dimasa Rasulullah menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.” (H.R. At Tirmidzi dan selainnya dengan sanad shahih)
b. Satu Unta Atau Sapi Mewakili Kurban Tujuh Orang Dan Keluarganya
Hal ini dikemukakan Jabir bin Abdillah: “Kami dulu bersama Rasulullah pernah menyembelih seekor unta gemuk untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula pada tahun Al Hudaibiyyah.” (H.R. Muslim)
Waktu Penyembelihan
a. Awal Waktu
Yaitu setelah penyembelihan kurban yang dilakukan oleh imam (penguasa) kaum muslimin ditanah lapang. (H.R. Muslim). Apabila imam tidak melaksanakannya maka setelah ditunaikannya shalat ied. (Muttafaqun ‘alaihi)
b. Akhir waktu
Para ulama berbeda pendapat tentang akhir penyembelihan kurban. Ada yang berpendapat dua hari setelah ied, tiga hari setelah ied tersebut, hari ied itu sendiri (tentunya setelah tengelamnya matahari) dan hari akhir bulan Dzulhijjah. Perbedaan pendapat ini berlangsung seiring tidak adanya keterangan shahih dan jelas dari Nabi tentang batas akhir penyembelihan. Namun tampaknya dua pendapat pertama tadi cukuplah kuat. Wallahu a’lam.
Sunnah Yang Dilupakan
o Bagi orang yang hendak berkurban, tidak diperkenankan baginya untuk mengambil (mencukur) segala rambut/bulu, kuku dan kulit yang terdapat pada tubuhnya (orang yang berkurban tersebut, pen) setelah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah sampai disembelih binatang kurbannya, sebagaimana hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh Muslim. Namun bila sebagian rambut/bulu, kulit dan kuku cukup mengganggu, maka boleh untuk mengambilnya sebagaimana keterangan Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy Syarhul Mumti’ 7/ 532.
o Diantara sunnah yang dilupakan bahkan diasingkan mayoritas kaum muslimin adalah pelaksanaan kurban di tanah lapang setelah shalat ied oleh imam (penguasa) kaum muslimin. Wallahul musta’an. Padahal Rasulullah menunaikan amalan agung ini. Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu berkata: “Dahulu Rasulullah menyembelih binatang kurban di Mushalla (tanah lapang untuk shalat ied, pen).” (H.R. Bukhari). Dan tidaklah Rasulullah melakukan sesuatu kecuali pasti mengandung manfaat yang besar.
Tata Cara Penyembelihan
a. Menajamkan Pisau Dan Memperlakukan Binatang Kurban Dengan Baik
Rasulullah bersabda (artinya): “Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksa) sesembelihannya.” (H.R. Muslim)
b. Menjauhkan Pisaunya Dari Pandangan Binatang Kurban
Cara ini seperti yang diceritakan Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya didekat leher seekor kambing, sedangkan dia menajamkan pisaunya. Binatang itu pun melirik kepadanya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini (sebelum dibaringkan, pen)?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)
c. Menghadapkan Binatang Kurban Kearah Kiblat
Sebagaimana hal ini pernah dilakukan Ibnu Umar Radhiallahu’anhu dengan sanad yang shahih.
d. Tata Cara Menyembelih Unta, Sapi, Kambing Atau Domba
Apabila sesembelihannya berupa unta, maka hendaknya kaki kiri depannya diikat sehingga dia berdiri dengan tiga kaki. Namun bila tidak mampu maka boleh dibaringkan dan diikat. Setelah itu antara pangkal leher dengan dada ditusuk dengan tombak, pisau, pedang atau apa saja yang dapat mengalirkan darahnya.
Sedangkan bila sesembelihannya berupa sapi, kambing atau domba maka dibaringkan pada sisi kirinya, kemudian penyembelih meletakkan kakinya pada bagian kanan leher binatang tersebut. Seiring dengan itu dia memegang kepalanya dan membiarkan keempat kakinya bergerak lalu menyembelihnya pada bagian atas dari leher. (Asy Syarhul Mumti’ 7/478-480 dengan beberapa tambahan)
e. Berdoa Sebelum Menyembelih
Lafadz doa tersebut adalah:
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.” (H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih)
Tidak Memberi Upah Sedikitpun Kepada Penyembelih Dari Binatang Sembelihannya
Larangan ini dipaparkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu: “Aku pernah diperintah Rasulullah untuk mengurus kurban-kurban beliau dan membagikan apa yang kurban itu pakai (pelana dan sejenisnya pen) serta kulitnya. Dan aku juga diperintah untuk tidak memberi sesuatu apapun dari kurban tersebut (sebagai upah) kepada penyembelihnya. Kemudian beliau mengatakan: “Kami yang akan memberinya dari apa yang ada pada kami.” (Mutafaqun ‘alaihi)
Boleh Memanfaatkan Sesuatu Dari Binatang Kurban
Diperbolehkan untuk memanfaatkan sesuatu dari binatang tersebut seperti kulit untuk sepatu, tas, tanduk untuk perhiasan dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan hadits Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu tadi.
Tidak Boleh Menjual Sesuatupun Dari Binatang Kurban
Larangan ini berlaku untuk seorang yang berkurban, dikarenakan menjual sesuatu dari kurban tersebut keadaannya seperti mengambil kembali sesuatu yang telah disedekahkan, yang memang dilarang Rasulullah . Beliau bersabda (artinya):
Permisalan seseorang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilatinya lalu menelannya.” (H.R. Muslim dan Al Bukhari dengan lafadz yang hampir sama)
Disyariatkan Pemilik Kurban Memakan Daging Kurbannya
Diantara dalil yang mendasari perbuatan ini secara mutlak (tanpa ada batasan waktu) adalah firman Allah (yang artinya):
Maka makanlah daging-daging binatang tersebut dan berilah makan kepada orang fakir.” (Al Hajj : 28)
Demikian juga sabda Nabi (yang artinya):
Makanlah kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri).” (H.R. Bukhari)
Adapun ketentuan jumlah yang dimakan, diinfaqkan maupun yang disimpan maka tidak ada dalil yang sah tentang hal itu. Wallahu a’lam. Hanya saja, alangkah mulianya apa yang pernah dikerjakan Rasulullah ketika beliau hanya mengambil sebagian saja dari kurban sebanyak 100 unta. (H.R. Muslim)
Mutiara Hadits Shahih
Hadits Abu Qatadah Al Anshari :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ اْلمَاضِيَةَ وَاْلبَاقِيَةَ
Bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa Arafah (9 Dzulhijjah). Maka beliau menjawab: “Menghapus dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (H.R. Muslim) 

Dikutip dari http://assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=34 Penulis: Buletin A-Ilmu Jember Judul: Berqurban Menurut Sunnah Nabi

sumber :http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/11/22/tata-cara-menyembelih-hewan-kurban/

tulisan 5

IDUL ADHA

Idul Adha (di Republik Indonesia, Hari Raya Haji, bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika nabi IbrahimIsmail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba. (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya
Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat IedIdul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya. bersama-sama di tanah lapang, seperti ketika merayakan
Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.
Pusat perayaan Idul Adha adalah sebuah desa kecil di Arab Saudi yang bernama Mina, dekat Mekkah. Di sini ada tiga tiang batu yang melambangkan Iblis dan harus dilempari batu oleh umat Muslim yang sedang naik Haji.
Hari Idul Adha adalah puncaknya ibadah Haji yang dilaksanakan umat Muslim.

[sunting] Penetapan Idul Adha

Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa pilar dan inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jamaah haji di tanah suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi saw.:
«اَلْحَجُّ عَرَفَةُ»
Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah. (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Baihaqi, ad-Daruquthni, Ahmad, dan al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Hadits ini sahih, sekalipun beliau berdua [Bukhari-Muslim] tidak mengeluarkannya”).
Dalam hadits yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali berkata, bahwa amir Makkah pernah menyampaikan khutbah, kemudian berkata:
«عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللهِ e أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا»
Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar, “Hadits ini isnadnya bersambung, dan sahih.”).
Hadits ini menjelaskan: Pertama, bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil ru’yat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adhanya bisa ditetapkan. Kedua, pesan Nabi kepada amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan, untuk melakukan ru’yat; jika tidak berhasil, maka ru’yat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada amir Makkah.

sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Idul_Adha

tugas 3 (komunikasi)

Berkomunikasi Secara Efektif dan Efisien

Begitu kompleksnya hal dan permasalahan yang lalu-lalang dalam lalulintas informasi yang ada sekarang ini, akhirnya menuntut adanya suatu cara-cara atau sistim berkomunikasi yang efektif dan efisien , demikian pula didalam Tao. Apalagi semua referensi dan sumber-sumber informasi Tao itu berasal dari bahasa Mandarin , sehingga memerlukan proses penterjemahan sehingga terkadang arti dan makna pengertian-pengertian yang ada tidak dapat ditransfer secara keseluruhan secara menyeluruh. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan berkomunikasi yang efektif dan efisien , yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tambahan seperti : adanya kemampuan bahasa mandarin dan bahasa Indonesia yang memadai dan berimbang , pengertian Taonya, pengetahuan Taonya, perbendaharaan kata-katanya, dll.

Dengan adanya kemampuan tambahan tersebut dan disertai pengalaman serta teknik berkomunikasi yang baik, lancar dan sopan, maka diharapkan seorang Taoyu ( ) dapat mengkomunikasikan Tao pada yang lain secara efektif dan efisien yaitu dapat diserap oleh penerimanya dengan tepat dan benar serta padat dan singkat.


Hambatan-Hambatan Komunikasi


Dalam praktek berkomunikasi biasanya seseorang akan menemui berbagai macam hambatan yang jika tidak dapat ditanggapi dan disikapi secara tepat akan membuat proses komunikasi yang terjadi menjadi sia-sia karena pesan tidak tersampaikan atau yang sering terjadi adalah terjadinya penyimpangan. Adapun hal-hal yang sering terjadi adalah karena ketidakmampuan seorang penyampai pesan dalam:
  • Berkomunikasi sesuai tingkatan bahasa para pendengarnya.
    Seorang pedagang makanan yang hanya lulusan SMP tentunya akan kesulitan mengerti pembicaraan seorang sarjana teknik yang berbicara menggunakan istilah-istilah tekniknya.
  • Mengerti keinginan arah pembicaraan dari para pendengarnya.
    Sekelompok remaja SMA tentunya wajar jika tidak tertarik pada pembicaraan mengenai permasalahan bagaimana merawat dan mendidik balita yang disampaikan seorang ibu rumah tangga.
  • Mengerti kelas sosial para pendengarnya.
    Sekelompok petani didesa tentunya tidak mengerti dan tidak tertarik pada pembicaraan seorang pialang mengenai perdagangan saham.
  • Memahami latar belakang serta nilai-nilai yang dipegang teguh para pendengarnya.
    Seorang ahli presentasipun akan sangat kesulitan menembus dan merubah "kekebalan""bukti-bukti dan alasan yang kuat dan benar".
    (kekeras-kepalaan) pendapat seorang individu apalagi kelompok masyarakat yang mengkonsumsi makanan pokok nasi menjadi gandum, kentang atau lainnya walaupun didukung
"Adalah pendengar yang menentukan bagaimana sebaiknya sebuah pesan dimengerti".

Bagaimana dan seperti apa sudut maupun cara pandang seseorang terhadap apa yang didengar, dilihat atau dimengerti sangatlah di bentuk oleh latar belakang dan pengalaman pribadi perorangan.

Oleh karena itu dalam berkomunikasi apalagi mengenai masalah Tao, adalah sangat bijak jika seorang Taoyu-pun dapat mengkomunikasikan Tao-nya dengan baik (benar dan tepat) dengan fleksibilas yang tinggi (kemampuan yang sangat luwes) sesuai takaran-takarannya secara proporsional (sesuai pada orang lain dan sesuai diri sendiri).

Demikian pembahasan masalah berkomunikasi ini secara singkat. Semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat bagi semuanya. Tentunya masih banyak lagi, hal mengenai permasalahan komunikasi yang dapat dibahas pada kesempatan yang lain.

sumber : http://indonesia.siutao.com/tetesan/komunikasi.php

Rabu, 20 Oktober 2010

tulisan 4


Fungsi Jilbab

Jilbab mempunyai nilai fungsi dalam kehidupan seorang wanita, yaitu:

Ø Melindungi muslimah dari fitnah. Sudah menjadi kenyataan bahwa daya tarik perempuan bagi laki laki merupakan tipu daya tak bisa dianggap enteng. Seperti tragedi antara Nabi Yusuf dan Zulaikha.Wanita memang menarik , tapi bukan berarti ia hidup untuk menarik perhatian lawan jenis.Tetapi wanita muslim hidup hanya untuk Allah SWT yakni Tuhannya, dengan cara menjalankan keinginan Tuhannya, yang membuat dirinya jauh dari fitnah . Allah memerintah muslimah untuk menutup auratnya ( Jilbab ), demi kebaikan hidup muslimah sendiri. Agar tidak diganggu oleh laki-laki yang bernafsu liar. Jilbab ini dapat meredam daya tarik tubuh luar biasa , sehingga seorang muslimah akan jauh dari godaan laki-laki pengumbar hawa nafsu. Hendaklah mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya ,. karena itu mereka tidak akan diganggu. ( Qs Al-Ahzab ayat 59)

Ø Mengangkat derajat dirinya di mata Allah . Dengan berjilbab, seorang muslimah akan senantiasa meluruskan niat dan menjaga prilaku agar dalam koridor penghambaan diri kepada Allah, bukan kepada mahluk-Nya. Berjilbab baginya adalah ibadah, apabila ibadahnya ingin diterima oleh Allah , maka ia akan berusaha berjilbal yang sesuai dengan ketentuan ketentuan Allah semata.
Ø Menjadi kontributor dalam menciptkan lingkungan sehat. Dengan berjilbab, ada suatu keinginan untuk memperbaiki diri terus- menerus ,dan menggali AL-Islam lebih mendalam. Sikap ini akan membangun keinginan dirinya untuk menjadi suri tauladan bagi lingkungan yang tidak Islami.

Ø Sebagai perisai dari perbuatan tercela. Jilbab akan mempunyai nilai kemulyaan Islam, gambaran keindahan diri muslimah , dan akan menjadi benteng kekuatan dari perbuatan tercela dan tipu daya syetan. apabila niat memakainya adalah hanya untuk Allah, dan karena Allah semata, serta tujuan hanya untuk melaksankan perintah Allah semata. Apabila ada bisikan syetan yang mengajak untuk melanggar aturan Allah, maka akan teringatlah dengar jilbabnya, bahwa sesungguhnya Jilbab ini adalah identitas kemuliaan Islam ,bukti ketaatan dirinya pada Allah, dan merasa malu melanggar janji dirinya pada Allah. Ia akan selalu mengingat bahwa hidup untuk beribadah kepada Allah dengan selalu berusaha perintah-Nya. Ia akan selalu mengingat pada perkataan Rabbnya kepada dirinya :

.. dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dalam dadanya, dan janganlah menampakan perhiasanya. ( An-Nissa :31)

. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . ( Al-Ahzab : 59)

Sebenarnya secara sederhana saja jika memakai jilbab terutama sekarang ini dapat menghindari kita dari panasnya matahari saat siang yang sangat menyengat akibat global warming. Tidak ada yang salah dengan memakai jilbab jika mau belajar apalagi untuk wanita muslim yang sudah baligh hukumnya wajib bukan siap atau tidak siap lagi. Kebanyakan alasannya tidak memakai jilbab karena panas, gerah, belum siap, pekerjaan dan lainnya, namun itulah Islam ingin melindungi umatnya. Tidak ada salahnya kalau mau mencoba secara perlahan ^^


tulisan 3


 Isra dan Mi'raj

Isra Mi'raj (Arab:الإسراء والمعراج‎, al-’Isrā’ wal-Mi‘rāğ) adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi[1]dan mayoritas ulama,[2] Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri[3] menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi'raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.
Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Dari buku yang saya baca seharusnya dalam 1 hari shalat bisa sampai 50 kali, namun saat Nabi Muhammad berada dilangit  bertamu dengan Nabi terdahulu menyarankan-Nya untuk meminta shalat menjadi 5 waktu saja. Peristiwa Isra Mi'raj memang luar biasa, perjalanan yang seharusnya 1 bulan bisa ditempuh dalam kurang dari semalam. Allah memang Maha Besar. 

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Isra_dan_Mi%27raj